CERPEN

Nada-Nada Rindu

Sesuatu akan terlihat indah jika kita melihat dari sisi keindahannya. Adanya keindahan karena kita yang menciptakan keindahan itu, adanya kebahagiaan karena kita yang menciptakan kebahagiaan itu. Rasa syukurlah yang akan menghadirkan keindahan dan kebahagiaan.

Itulah yang selalu diajarkan oleh ibunda Satri. Satri merupakan seorang anak tunggal dari keluarga yang sederhana. Setelah lulus SMA Satri memilih membantu kedua orangtuanya berjualan. Tiba-tiba ibunda Satri sedikit cemas melihat wajah Satri yang pucat. Ibundanya tahu kalau Satri sering terlihat kesakitan pada bagian kepalanya. Namun Satri tidak pernah menghiraukannya.

Berkat kerja kerasnya, kini usaha yang dikelola oleh satri sudah mulai maju pesat, banyak orang yang sudah mengenal rumah makan Satri. Saat Satri sedang menjaga rumah makan sendirian, tiba-tiba terlihat seorang pemuda datang dari arah Gang didepan warungnya, sepertinya dia baru saja selesai sholat di masjid tersebut.

“Mbak, es teh manis satu ya. Sekalian makan, lauknya telor dadar aja mbak!

Setelah selesai makan, lelaki itu sejenak beristirahat dan berlangsunglah percakapan antara Satri dan lelaki tersebut. Ternyanya lelaki tersebut sengaja tidak langsung pulang karena sekalian ingin menunggu waktu sholat Ashar sampai dengan Isya’.

Karena asyik ngobrol, tidak terasa terdengar kumandang adzan maghrib. Namun, saat membuka dompet ternyata lelaki tersebut terlihat cemas mencari dompetnya.

“lho, mbak dompetku ilang. Perasaan saya tadi ada di tas”. Lelaki itu mengeluarkan seluruh isi tasnya didepan Satri.

Namun, satri justru fokus melihat isi tas lelaki tersebut. Isi tasnya berupa Peci, Sarung dan Al-Qur’an.

Setelah beberapa menit mencari, tiba-tiba Satri melihat dompetnya didekat tempat sampah dan langsung memberikannya kepada lelaki itu.

Di masjid Satri bertemu dengan lelaki itu lagi. Mereka hanya saling senyum sapa. Tidak tau apa yang dirasakan oleh Satri, hatinya merasa tenang, wajahnya tetunduk saat Satri melihat lelaki itu duduk merunduk seraya berzikir kepada Allah.

Tiba-tiba Satri menangis sambil mengangkat kedua tangannya dan berdo’a kepada Allah.

“Ya Allah, entah apa yang aku rasakan. Ada sesuatu yang berbeda setelah aku melihat lelaki itu. Aku tahu aku sudah punya kekasih. Tapi aku tidak bisa menutupi perasaanku ini. Aku hanya bisa mengadu kepadamu Ya Rabb. Aku pasrahkan jodohku kepadamu. Aku ikhlas dengan semua ketentuanMu. Engkau tau semua yang terbaik untukku. Aku Ikhlaskan seluruh hidup dan matiku kepadamu Ya Allah.”

**********

Setelah beberapa bulan Satri menjalani kehidupannya dengan penuh keindahan setiap harinya. Namun Satri merasa ada sesuatu yang berbeda.

“Hari ini terasa berbeda, aku gak liat lelaki itu makan diwarung dan sholat dimasjid. Kemana dia? Apa dia udah gak kerja lagi didaerah sini? Ya Allah apa yang terjadi denganku. Hilangkan rasa ini Ya Allah”.

Tak terasa hari indah itu akan tiba, namun satu bulan menjelang pernikahan dengan Rafli kekasih semasa SMA nya, kesehatan Satri semakin menurun. Satri lebih sering mengeluhkan sakit kepala, padangannya mulai terasa buram, tapi ia hanya menganggap itu kelelahan saja. Saat Satri dan ibunya sedang berada di warung, tiba-tiba Satri jatuh pingsan. Ibunya pun panik dan langsung membawa Satri ke rumah sakit. Dokter heran dengan penyakit Satri, satu syaraf di area kepala Satri ada yang rusak dan hal tersebut dapat mengganggu penglihatannya.

“Paakk, bapak dimana. Ini mati lampu ya pak? Rasanya gelap sekali.” Teriak Satri kebingungan.

“kamu kenapa nak? Lampunya nyala semua nak.” Bapak Satri semakin bingung.

“Dokter, ada apa dengan anak saya. Dia gak bisa liat dok..??”

“maaf pak, sepertinya anak bapak mengalami kebutaan dan akan dapat disembuhkan dengan cara terapi dengan waktu yang cukup lama.”

Lalu datanglah Rafli dengan terkejut karena mendengar bahwa Satri mengalami kebutaan. Rafli segera mendekati Satri yang sedang menangis bersama bapaknya. Disusul dengan ibunda Satri yang menambah suasana kesedihan.

Kini Satri hanya bisa berdiam diri dirumah, sesekali terdengar Satri sedang bersholawat dengan merdu. Satri selalu mencoba untuk terlihat tegar didepan kedua orangtuanya. Namun semakin hari kondisinya semakin memburuk.

“Bu, kondisi Satri semakin memburuk. Ganguan syarafnya sudah menyebar. Sekarang mata dan telinga anak ibu sudah tidak berfungsi” ucap dokter.

“ Gak mungkin dok.” ucap ibu sambil menangis.

“ Ibuuuu….!!! ibu dimana, dari tadi aku panggil ibu gak mau jawab. Ibu udah gak mau ngmong lagi sama aku. Ibu marah sama aku?” teriak Satri sambil menangis.

Ibunda Satri pun bertambah menangis dan memeluk Satri. Ia tidak tahu bagaimana cara berkomunikasi dengan Satri karena Satri yang sudah tidak bisa melihat dan mendengar lagi. Akhirnya ibunya berpikir untuk mengambil kertas dan memegang tangan Satri sambil menuntun Satri untuk menulis.

“Nak, maafkan ibu. Sekarang kamu gak bisa dengar suara ibu lagi. Maafkan ibu, kita komunikasi melalui tulisan ini. Tapi ibu akan selalu disampingmu agar kamu gak kesepian.”

“ Ya Allah, kenapa jadi begini. Aku mau mati aja.” Teriak Satri sambil menangis.

Ibunda Satri semakin menangis terisak-isak.

“ Allah selalu disampingmu nak. Ibu, bapak selalu disampingmu. Jangan takut sayang.”

Setelah Satri mulai tenang, ia segera dibawa pulang untuk menjalani perawatan dirumah. Kini Satri tak terlihat tegar, air mata selalu membanjiri pipinya. Ia selalu memegang tangan ibunya dengan erat, seakan takut dalam kesendirian.

“ Bu, kapan aku sembuh? Aku kangen ibu, aku kangen senyuman ibu, aku kangen suara ibu, aku kangen canda tawa ibu dan bapak. Aku gak kuat bu” Satri menangis dan memeluk ibunya erat-erat.

Air mata pun tak kuasa tertahan oleh ibunya, ibunya terus menangis terisak-isak melihat keadaan anaknya.

“ Kamu anak yang tegar dan kuat, kamu pasti sembuh. Ibu gak akan ninggalin kamu nak. Ibu selalu disampingmu.”

Setelah itu, ibunya pun segera mengambilkan obat untuk Satri. Namun saat ibunya pergi, satri meraba meja dan ia melihat ada pisau untuk memotong buah. Tanpa pikir panjang, Satri menyayat urat nadinya dengan pisau. Sesampainya dikamar, ibunya sangat terkejut karena melihat anaknya telah berlumuran darah. Lalu Satri segera dibawa kerumah Sakit.

Tubuh ibunda Satri mendadak lemas seperti tak bertulang. Badannya dingin, matanya memerah, suaranya lirih tak terdengar.

“ Ya Allah, hamba belum sanggup kehilangan anak hamba. Hamba mohon berilah kesempatan untuknya hidup. Hamba rela menggunakan seluruh hidup hamba untuk merawatnya”.

“Ibuuu..!! maafin aku”. Ucap Satri tanpa ada suara.

“Ya Allah, Alhamdulillah. Kamu sadar nak.” Ucap ibu sambil memeluknya.

Setelah kondisi Satri berangsur membaik, Satri melakukan perawatan dirumah. Tiba-tiba Satri menanyakan tentang Rafli mengenai pernikahannya, tapi sejak Satri sakit Rafli sudah jarang menjenguk Satri. Ibunya sengaja menyembunyikan hal tersebut. Dengan berat hati ibunya menuliskan kembali surat yang telah dikirim oleh Rafli

“ Satri, maafkan aku. Aku pergi disaat keadaanmu seperti itu. Jika kamu tidak bisa melihat, aku masih bisa mengajakmu berkomunikasi dengan pendengaranmu, tapi tanpa penglihatan dan pendengaranmu aku bagaikan patung yang hanya bisa diam. Jangankan untuk mengurusmu, mengurus pekerjaanku saja masih sering terabaikan. Sekali lagi maafkan aku, aku pergi meninggalkanmu. Akan aku ingat semua kenangan kita menjadi memori yang indah.”

Satri pun diam seribu bahasa tanpa tangisan diwajahnya. Ibunya heran dan takut melihat sikapnya. Ibunya takut satri melakukan bunuh diri lagi.

“ Rasanya aku sudah mati rasa bu. Aku lupa dengan semua keindahan bersamanya. Aku lupa dengan semua kenangan tentangnya. Bahkan aku lupa dengan indahnya malam, aku lupa dengan indahnya siang, aku lupa dengan semua keindahan itu”. Ucap Satri dengan wajah yang datar.

“ Astaghfirullah. Sayang, Allah menguji kita dengan batasnya. Kondisi apapun yang kita terima, baik ataupun buruk, susah ataupun senang, itulah kondisi terbaik kita. Karena Allah tahu yang terbaik untuk umatnya. Kamu harus selalu tawakal ya sayang.”

Setelah kejadian itu, Satri mulai bisa ikhlas menerima semuanya. Ia hanya memiliki harapan kebahagiaan kepada kedua orangtuanya. Ia tidak mempercayai lagi dengan kata-kata manis seorang lelaki. Cinta Rafli hanya untuk dunia saja, cintanya tidak ikhlas karena Allah. Karena cinta yang ikhlas karena Allah akan menerima kondisi pasangannya karena Allah.

Setelah beberapa bulan hanya ditemani ibunya. Tiba-tiba ada suara lelaki memberi Salam. Ibunda Satri terkejut. Ia mengira yang datang adalah Rafli tapi ternyata bukan.

“Kamu siapa nak, sepertinya saya tidak pernah melihat kamu.?” Ucap ibunda Satri dengan heran.

“ Bu, maafkan saya, kedantangan saya kesini untuk memohon izin melamar Satri.” Ucap lelaki tersebut dengan nada yang lembut.

“ Apaaa??? Kenapa kamu bicara seperti itu. Kamu kan belum mengenal Satri?” ucap ibu semakin heran.

“Bu, saya sudah dengar semua cerita dari lelaki ini, dia anak yang baik bu dan dia sudah mengenal Satri.” Sahut bapak.

Ibunda Satri segera memegang tangan Satri.

“Nak, ada seorang laki-laki ingin melamarmu, namanya Imran. Tapi ibu belum kenal dia sebelumnya. Sepertinya dia anak yang baik dan sudah mengenalmu dengan baik.”

“Aku gak mau bu, gak mungkin dia mau nikah sama aku sementara kondisiku kayak gini. Aku gak mau bertambah nyusahin orang.” Jawab Satri dengan tegas.

 “ Tapi sepertinya dia anak yang baik, ibu melihat keseriusannya. Mungkin dia jodoh yang dikirimkan Allah untukmu. Mungkin dia bisa mencintaimu karena Allah, mencintaimu dalam ketaannya kepada Allah”.

Satri pun sejenak terdiam, suasana tiba-tiba hening.

“ Baiklah bu, aku terima dia karena Allah.” Jawab Satri dengan yakin.

Tanpa proses yang panjang, kedua orangtua Imran segera datang dan acara pernikahan berlangsung dengan hikmat dan sederhana.

Setelah acara selesai Imran mengambil alat tulis dan mencoba berkomunikasi dengan Satri.

“ Aku ikhlas mencintaimu karena Allah. Aku ikhlas menerima dalam keadaan sehat dan sakitmu.”

Satri pun tak kuasa menahan tangis sehingga tak dapat berucap lagi.

Dengan penuh kesabarannya, setiap hari Imran menemani Satri untuk terapi dan kondisi Satri pun berangsur-angsur membaik. Pendengarannya sudah pulih. Namun, pada suatu kesempatan Satri diminta untuk operasi mata dan ia mau mengikutinya. Setelah operasi selesai, perlahan-lahan Satri membuka matanya. Pertamakali ia melihat ibunya kemudian ayahnya, suasana haru pun menyelimuti mereka. Namun, satri belum melihat suaminya.

“ Bu, dimana mas Imran?”

Lalu terdengar suara dari balik pintu.

“ Assalamu’alaikum”

“ Wa’alaikumsalam, kamu? Kenapa bisa disini? Ucap Satri dengan heran.

“ Dia Imran, suamimu nak”. Sahut Ibu sambil tersenyum.

“ SubhanaAllah, AllahuAkbar. Ibu tau siapa dia bu? Dia lelaki yang dompetnya hilang diwarung, dia lelaki yang berhasil menundukkan pandanganku, dia lelaki yang setiap hari aku lihat dimasjid itu.” Ucap Satri dengan sangat heran.

Lalu Imran mendekati Satri.

“ Maafkan aku, aku gak kasih tau siapa aku sebenarnya. Sejak terakhir bertemu, aku selalu memikirkan kamu. Untuk itu, aku berusaha mencari kamu dan aku berjanji untuk mencintaimu apapun kondisimu.”

Air mata Satri terus mengalir dan ia pun langsung memeluk Imran.

“ Ya Allah, sungguh besar kuasaMu, sungguh indah rencanaMu. Engkau kirimkan malaikat untukku. Engkau berikan madu setelah aku merasakan pahitnya mengkudu. Dulu aku belum sampat tahu nama mu mas, aku juga sempat lupa denganmu, karena aku pikir kamu gak akan kembali lagi, tapi sekarang kita dipertemukan dalam jalinan yang suci”

Seluruh orang diruangan rumah sakit pun ikut menangis haru.

Kini Satri dan Imran hidup bahagia dengan menambah kecintaannya kepada Allah serta menjadi keluarga yang Sakinah, Mawaddah Warohmah.

“The End”

Mungkin kita bisa melupakan resah

Kita juga bisa melupakan sesuatu yang indah

Tapi, Allah akan selalu mengingatkanmu

Bahwa hidup itu indah jika kau mengerti itu

Dengan rasa syukur, ketabahan, ketulusan dan keikhlasan darimu

Kondisi apapun yang kau alami

Itulah kondisi terbaikmu dihadapan Illahi Robbi

Teruslah berbaik sangka kepadaNya

Niscaya kau akan mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya

Biodata Penulis

 Nama                           : DEWI LESATRI

Alamat Email              : lesatridewi@gmail.com

Tinggalkan komentar